Selasa, Juli 21, 2009

SAAT SAYA SMANSA PANYABUNGAN DULU

Ketika saya masih duduk di kelas tiga sma negeri panyabungan saat itu tahun 199 0, ada satu pengalaman yang tak bisa aku lupakan. Ketika itu aku duduk di kelas 3 sma (sekarang kelas xii) tepatnya di kelas 3 bio 1. Ketika itu wali kelas kami bapak Bangun. Pak Bangun berasal dari daerah Karo. Beliau adalah salah satu guru yang paling disegani di sekolah kami, semua murid pasti kenal sama pak bangun walaupun tidak semua kelas dimasuki bapak itu, karena beliau mengajarkan bidang studi Biologi. Ceritanya begini
Saat itu pas pelajaran biologi aku sudah lupa tanggal kejadiannya (soalnya waktu itu aku ngak punya diary dan blog belum ada, percaya kan?). Ketika itu pak Bangun mengajak kami untuk mengadakan riset ke Sibanggor (daerah pengunungan dan masih satu kabupaten dengan tempat tinggal saya yaitu kabupaten Mandailing Natal).
Hari itu juga diadakan pembagian kelompok, setiap kelompok terdiri dari 6 siswa, dan setiap siswa yang ikut berangkat riset ke Sibanggor diwajibkan membawa surat izin tertulis dari orang tua besok harinya. Setelah semua rencana kelar dan tinggal menunggu besok berangkat. tak lama kemudian lonceng sekolah pun berbunyi menandakan waktu belajar sudah usai hari itu.
Di jalan menuju pulang semua siswa 3 bio 1 membicakan tentang perihal keberangkatan besok, begitu juga aku dan teman baikku Taufik tak luput dari membicarakan tentang persiapan besok. Sesampainya aku di rumah aku langsung ganti baju dan makan siang (soalnya perut ngak bisa diajak kompromi) istirahat sebentar lalu sholat dzuhur.
Tak lama kemudian aku menceritakan kepada ibu perihal rencana kami yang akan berangkat riset ke Sibanggor besok, dan minta persetujuan ibu. Tanpa kuduga ibu tak menyetujui aku ikut karena keadaan gunung sorik marapi di Sibanggor yang masih labil saat itu, masyarakat di sana pun harus waspada dan berjaga-jaga. Setelah tidak mendapat persetujuan dari ibu aku tidak keberatan karena itulah yang terbaik buat aku. Dan tak seorangpu ibu yang ingin anaknya celaka. Setelah itu aku permisi kepada ibu untuk berangkat ke rumah Taufik sobatku untuk menceritakan perihal yang tadi. Tak kusangka Taufik pun begitu juga tak mendapat restu dari ortunya.
Akhirnya kami berdua berangkat ke teman yang lain menanyakan perihal izin ortu itu. Tujuan kami rumah Tua dan Hasan, rupanya mereka pun senasib dengan kami tak mendapat restu dari orang tua karena keadaan gunung sorik marapi yang tak menentu. Akhirnya kami berempat berembuk mencari jalan keluar bagaimana yang terbaik. (bersambung).
Kunjungi juga
abdul basyid

oleh : Lian Godang

di